Sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) Tahun 2030, Kementerian PUPR berkomitmen untuk mewujudkan Target SDGs, khususnya Goal ke-6 yaitu menjamin ketersediaan dan pengelolaan untuk Air Minum dan Sanitasi bagi semua, dan Goal ke-11 yaitu mewujudkan perkotaan dan kawasan permukiman yang inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan. Pencapaian target SDGs telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Hal itu diungkapkan oleh Dirjen Cipta Karya Sri Hartoyo pada acara Workshop Nasional Keterpaduan Infrastruktur Permukiman yang diselenggarakan oleh DirektoratJenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Turut hadir dalam workshop tersebut yaitu Deputi Bidang Pengembangan Regional BAPPENAS, Rudy Prawiradinata, para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan Kementerian PUPR, Walikota Pontianak, para Kepala Bappeda Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Distinguished representative of Developing Partners from World Bank, ADB, JICA, IDB, AFD, and KfW.
Tujuan penyelenggaraan Workshop yaitu untuk memperoleh pemahaman yang sama bagi para pemangku kepentingan dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur permukiman yang terpadu, efisien, efektif. Disamping itu, pertemuan ini juga ingin menyepakati bahwa infrastruktur berperan sebagai pengikat perumahan dan kawasan permukiman, menjadi satu kesatuan sistem sesuai hierarkinya, sehingga tercipta kawasan permukiman yang layak huni, hijau, cerdas, berketahanan dan berkelanjutan.
Sri Hartoyo menjelaskan, pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia sebesar 2,75% per tahun, telah melebihi pertumbuhan rata-rata nasional sebesar 1,17%, dan saat ini diperkirakan 54% penduduk telah tinggal di perkotaan. Pertumbuhan ini diperkirakan akan menyebabkan penduduk yang tinggal di perkotaan menjadi 68% pada tahun 2025 dan menjadi 76% pada tahun 2035. Pertumbuhan penduduk ini menjadi tantangan besar dalam penyediaan lingkungan hunian di kawasan permukiman, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Untuk memenuhi kebutuhan lingkungan hunian yang layak huni dan berkelanjutan, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Peraturan ini mengatur tentang penyelenggaraan kawasan permukiman untuk dilaksanakan, mulai dari tahap perencanaan, tahap pembangunan, tahap pemanfaatan dan termasuk tahap pengendalian.
Berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2016 Pasal 57 sampai dengan Pasal 73, pada tahap perencanaan kawasan permukiman akan menghasilkan dokumen Rencana Kawasan Permukiman yang disingkat dengan RKP. Dokumen RKP memuat Kebijakan dan Strategi Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Permukiman; Rencana Lingkungan Hunian Perkotaan dan Perdesaan; Rencana Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan Indikasi Program Pembangunan dan Pemanfaatan Kawasan Permukiman. Dokumen Rencana Kawasan Permukiman (RKP) disusun berdasarkan pendekatan Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU), yang dalam hal ini dimaknai sebagai infrastruktur. Pasal 90 pada PP Nomor 14 Tahun 2016 menyebutkan bahwa keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman dilakukan sebagai pengikat satu kesatuan system perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan hierarkinya berdasarkan RTRW. Hierarki yang dimaksud disini dimulai dari sistem perumahan, sistem permukiman, sistem lingkungan hunian, dan sistem kawasan permukiman.
“Prasarana, sarana, dan utilitas umum tersebut sekurang-kurangnya meliputi, prasarana, yang terdiri dari jaringan jalan, sistem penyediaan air minum, jaringan drainase, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan persampahan, dan sistem proteksi kebakaran, sementara sarananya meliputi sarana pemerintahan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana perdagangan, sarana kebudayaan, sarana rekreasi dan ruang terbuka hijau dan utilitas umum, yang meliputi jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan jaringan gas,” jelas Sri Hartoyo.
Rencana Kawasan Permukiman (RKP) sangat penting keberadaannya untuk mewujudkan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman. Dengan berbekal PP 14 Tahun 2016, pada tahun 2017 ini, Ditjen Cipta Karya telah memfasilitasi Pemerintah Kota dalam menyusun dokumen RKP di tiga kota, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Mataram, Kota Pontianak. Dokumen RKP ini selanjutnya akan ditetapkan sebagai Peraturan Walikota yang dapat ditinjau kembali paling sedikit satu kali dalam 5 tahun. Dokumen RKP memuat rencana dan indikasi program dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dengan ditetapkannya dokumen RKP sebagai Peraturan Walikota maka dokumen ini menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan (RP3) dan penyusunan Rencana Induk masing-masing sektor.
“”Dengan itu, sebagai amanat PP 14 Tahun 2016, kami juga sedang menyusun Konsep Peraturan Menteri PUPR tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Rencana Kawasan Permukiman dan Pedoman Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum Kawasan Permukiman. Keduanya diharapkan dapat saling mendukung untuk kesempurnaan penyusunan RKP. Oleh karenanya, kami sangat mengharapkan dukungan dan masukan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Akademisi, Praktisi, dan Pengusaha untuk menyelesaikan dan menyempurnakan Dokumen RKP yang sedang disusun tersebut,” tutup Sri Hartoyo. (KOMPUCK)
Download disini