(0362) 22248
putr@bulelengkab.go.id
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Diperlukan Investasi Swasta Untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur Indonesia

Admin putr | 07 April 2016 | 850 kali

JAKARTA - Diperlukan pembiayaan dari non pemerintah yang berasal dari investasi masyarakat atau swasta untuk meningkatkan kinerja pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan pengembangan wilayah. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib didepan para perwakilan pemerintah daerah dan investor swasta lokal yang tertarik untuk menanamkan modalnya pada pembangunan infrastruktur di Indonesia.

“Pemerintah terbuka kepada para investor swasta baik dalam dan luar negeri untuk ikut dalam program pembangunan infrastruktur pemerintah,” kata Yusid, Rabu (6/4).

Menurutnya, agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud, kerangka pendanaan pembangunan infrastruktur PUPR yang terpadu dengan pengembangan wilayah, diarahkan pada kebijakan pembiayaan terpadu seperti skema kerjasama pemerintah-swasta atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Rencana investasi infrastruktur lima tahun kedepan yang tercantum dalam Renstra 2015-2019 sebesar Rp 659,2 triliun, belum termasuk anggaran untuk dukungan manajemen. Sementara kebutuhan pendanaan berdasarkan perhitungan Kementerian PUPR untuk mendanai pencapaian target Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan dikaitkan dengan kemampuan dukungan sumber daya adalah sebesar Rp 931,585 triliun (termasuk pendanaan untuk dukungan manajemen), sehingga terdapat kekurangan pendanaan senilai Rp 272,4 triliun.

Bappenas melalui Direktorat Pengembangan Kerjasama Swasta menginformasikan terdapat prosedur bagaimana badan usaha sebagai pemprakarsa proyek. Beberapa syarat diantaranya adalah adanya integrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan, kemudian layak secara ekonomi dan financial.

Kemudian badan usaha yang mengajukan prakarsa harus memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan penyediaan infrastruktur. Hal tersebut pernah dilakukan dalam percepatan pembangunan bandara Banten Selatan dengan skema KPS.

Ada investor yang berminat untuk mengembangkan pasokan air bersih di Pulau Bintan, Batam dan kepulauan Riau dalam rangka pemanfaatan sumber daya air yang terbuang ke laut. Minat investor tersebut diantaranya yaitu untuk membangun Waduk di Teluk Bintan (dengan luas waduk mencapai 5,600 hektar dengan panjang dam 3.000 meter).

Dibutuhkan banyak persyaratan dan pra feasibility study, khususnya dampak sosial, lingkungan, dan mitigasi resiko, dan lain-lain. Termasuk koordinasi dengan Kementerian Koordinator  Kemaritiman, Kementerian Koordinator Perekonomian. Lalu BKPM, Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan DPRD Kabupaten Bintan.

Beberapa dokumen yang disyaratkan untuk partisipasi badan usaha sebagai pemrakarsa proyek infrastruktur yaitu dokumen Prastudi Kelayakan, dokumen AMDAL (KA ANDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) atau formulir UKL-UPL yang telah diisi. Kemudian dokumen rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali.

Dokumen Studi Kelayakan, rencana rancang bangun KPBU, rencana bentuk KPBU, rencana pembiayaan KPBU dan sumber dana dan rencana penawaran KPBU (mencakup jadwal, proses dan cara penilaian). Lalu melengkapi, dokumen permintaan penawaran, dokumen perjanjian KPBU, dokumen perjanjian penjaminan, dokumen perjanjian regres  RDD.

 “Keinginan masyarakat (swasta) untuk berinvestasi di infrastruktur tidak dilarang, silahkan saja, asal dapat memenuhi aturan yang berlaku,” kata Toyib.

Ia menambahkan, yang terpenting dari pembangunan infrastruktur yaitu harus dipastikan juga terdapat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, kesejahteraan rakyat sekitar, serta memperhatikan lingkungan termasuk amdal dan mitigasi resiko yang dilakukan sebagai akibat dari proses pembangunan infrastruktur. (Dn/Toar)

Download disini