JAKARTA - Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN mempunyai kepentingan agar kondisi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)menguntungkan bagi masyarakat namun sudah seberapa besar kemajuan Indonesia memanfaatkan MEA dalam sektor konstruksi. Demikian pertanyaan yang diutarakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diwakili oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Yusid Toyib, pada Forum Nasional Evaluasi Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean di Sektor Konstruksi Indonesia di Jakarta, Kamis (31/03).
Implementasi MEA dimulai per 1 Januari 2016 dan tujuan MEA dalam 4 pilar utama, yaitu terbentuknya pasar dan produksi tunggal, kawasan berdaya saing tinggi, kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata dan integrasi dengan perekonomian dunia. Dalam rangka MEA, negara-negara di ASEAN sudah mensepakati liberalisasi perdagangan jasa profesional (arsitektur dan keteknikan) dan jasa konstruksi. Selain itu, arus investasi bidang pembangunan infrastruktur pun terbuka di antara negara di kawasan ini.
Beberapa yang perlu menjadi bahan evaluasi dari para pemangku kepentingan empat helix ABCG (Academician, Business, Government and Community), “Seberapa besar arus investasi infrastruktur ke Indonesia, lalu bagaimana permodalan masuk ke Indonesia sehingga dapat meningkatkan kapasitas industri konstruksi Nasional," ujar Yusid Toyib pada Forum tersebut.
Ia menambahkan, Kita mencari solusi, kemudian segera lakukan corrective action yang produktif (continous improvement) untuk kepentingan Bangsa dan Negara.
Sementara itu Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Heramanto Dardak, pada forum tersebut mengatakan, kualitas kontraktor, konsultan dan tenaga ahli di Indonesia masih harus di tingkatkan lagi agar lebih memiliki nilai, jika dilihat presentase registered ASEAN Architect, Indonesia merupakan Negara yang memiliki arsitek terbanyak di ASEAN, “ini adalah modal besar dan peluang emas khususnya untuk kita pelaku-pelaku yang terjun dalam pembangunan infrastruktur di indonesia untuk meningkatkan Persaingan kita dengan Negara-negara tetangga," ujarnya.
Direktur Bina Investasi Infrastruktur, Dudi Suryobintoro, mengatakan bahwa Indonesia dari sisi iklim investasi infrastruktur melalui KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) Indonesia berada di peringkat 9 (Infrascope, ADB, 2014), dengan nilai 53,5 termasuk kategori “emerging” dibawah India, Filipina, China Tiongkok, dengan indikator kerangka regulasi dinilai paling rendah (46,9) inilah alasan mengapa Presiden Joko Widodo terus memangkas regulasi yang menghambat investasi di Indonesia .
Kemudian hasil evaluasi lain menunjukan bahwa Indonesia memiliki peringkat ke-2 dalam hal menarik investasi asing, tercatat Indonesia pada tahun 2015 kemarin Indonesia berhasil memikat investasi asing sebesar USD 59,9 Juta, satu peringkat di bawah China dengan nilai USD 71 Juta, lalu diperingkat ketiga, keempat dan kelima, berturut-turut diraih oleh India (57,9), Malaysia (42,1), dan Singapura (USD 41,2 Juta).
Sementara itu hasil ekspor jasa konstruksi Indonesia ke negara ASEAN khususnya Timor Leste dan Myanmar selama tahun 2015 dari BUJK, PT Wika, PT Bhakti Timor Karya, PT Duta Graha, PT Sasmito, PT Warisila Indonesia, PT PP, PT Pendaman Putra Utama, dan PT Daya Mulia Turangga dengan nilai sekitar USD 184 juta.
Lalu bagaimana kinerja sektor konstruksi Indonesia di masa yang akan datang dalam menghadapi tantangan ke depan, terdapat pekerjaan rumah yang mendesak dilakukan bersama bukan hanya oleh Pemerintah namun harus sinergis bergandengan tangan dengan para stakeholder jasa konstruksi Indonesia dalam memperbaiki iklim investasi di sektor konstruksi, meningkatkan kapasitas perusahaan di sektor konstruksi, meningkatkan kompetensi SDM di sektor konstruksi. (dn)
Download disini