Dalam target program sejuta rumah 2016, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menetapkan bahwa pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan lebih banyak dibandingkan rumah untuk non MBR dalam Program Sejuta Rumah. Dari target pembangunan 1 juta rumah tersebut, 700.000 unit rumah untuk MBR dan 300.000 unit lainnya untuk non MBR.
Untuk dapat mencapai target itu Kementerian PUPR akan meningkatkan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait seperti pemerintah daerah, pengembang, perbankan, serta masyarakat luas.
“Pada 2016 ini program sejuta rumah masih menargetkan pembangunan 1 juta unit rumah, adapun target pembangunan rumah untuk MBR mencapai 700.000 unit rumah, sedangkan non MBR hanya 300.000 unit rumah,” ujar Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin saat Rapat Koordinasi Program Sejuta Rumah di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (1/3).
Pada kegiatan tersebut hadir juga Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, serta perwakilan pemangku kepentingan perumahan baik dari asosiasi pengembang seperti REI, Asperi, Apersi, Asperindo, AP2ERSI, Apernas, kalangan perbankan baik Bank BTN, BRI, BNI dan Bank Artha Graha, Asbanda, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR dan Bapertarum PNS.
Menurutnya, hingga saat ini Kementerian PUPR terus berusaha agar program sejuta rumah dapat berjalan dengan baik di daerah-daerah. Selain itu, kerjasama dengan pihak perbankan dan pengembang pun terus ditingkatkan mengingat pemerintah sendiri tentunya tidak akan mampu membangun seluruh rumah untuk masyarakat karena keterbatasan anggaran yang ada.
Pembangunan rumah untuk MBR yang akan dilaksanakan oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR sesuai APBN hanya sebanyak 113.422 unit dan rumah MBR yang dibiayai non APBN adalah 586.578 unit. Sementara sisanya untuk rumah non MBR 300.000 unit diserahkan kepada pengembang dan masyarakat melalui pembangunan rumah komersial dan umum.
Ia menjelaskan, dari 113.422 unit rumah untuk MBR yang akan dikerjakan pemerintah, 12.072 unit diantaranya adalah pembangunan rumah susun sewa (rusunawa), kemudian program bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah melalui peningkatan kualitas rumah sebanyak 94.000 unit dan pembangunan rumah baru MBR 1.000 unit.
Lalu pembangunan rumah khusus sebanyak 6.350 unit dan untuk pembangunan rumah MBR yang melalui non APBN akan difasilitasi melalui penyaluran KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan non FLPP.
Semua hasil pembangunan rumah dalam Program Sejuta Rumah untuk rumah susun sewa nantinya akan digunakan untuk para buruh atau pekerja, PNS, serta TNI/ Polri. Kemudian untuk penanganan rumah tidak layak huni diperuntukkan untuk MBR sesuai persyaratan yang ada.
Menurutny Syarif, meskipun koordinasi terus dilaksanakan namun setidaknya ada tujuh kendala yang dihadapi di lapangan terkait pelaksanaan program sejuta rumah ini. Pertama, belum tersosialisasinya dengan baik Program Sejuta Rumah kepada Stakeholder di daerah. Kedua, data perumahan yang kurang akurat, ketiga adalah perumahan belum menjadi program utama pemerintah daerah, ke empat yakni regulasi pemerintah daerah terkait pembangunan rumah/perumahan belum mendukung.
Kelima, jenis perizinan/non perizinan pembangunan perumahan, persyaratan dan proses penerbitan masih cukup banyak, ke enam adanya kerbatasnya lahan dan harga tanah yang mahal, dan terakhir adalah tingginya persyaratan KPR oleh Bank Indonesia.
“Kami yakin Program sejuta rumah tahun 2016 ini bisa mencapai target apabila semua pihak dapat saling bekerjasama di lapangan,” ujarnya. Ia pun berharap pemda bisa mempermudah perijinan pembangunan rumah bagi MBR di daerah sehingga seluruh masyarakat bisa memiliki rumah yang layak huni dengan harga yang terjangkau. (RISTYAN/Komunikasi Publik Ditjen Penyediaan Perumahan)
Download disini