Depok – Menindaklanjuti kunjungan Presiden RI ke Jerman pada April 2016 lalu yang salah satunya membahas pendidikan vocational, Ketua BNSP mengatakan Presiden berencana untuk mengeluarkan Inpres terkait revitalisasi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan Pendidikan Vokasi serta menginstrusikan seluruh Kementerian untuk memanfaatkan peran SMK dan Politeknik dalam menghasilkan SDM yang berkualitas.
Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR telah menginisiasi revitalisasi tersebut dengan menggandeng Ditjen Belmawa Kementerian Riset Dikti, Ditjen Dikdasmen Kementerian Dikbud, BUMN Konstruksi, dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi sejak 2015 lalu. Hal tersebut diutarakan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yusid Toyib kepada pers di Politeknik Negeri Jakarta, Depok, Kamis (21/7).
Bentuknya dengan mengadakan sertifikasi kepada asessor/dosen dan para tenaga kerja lulusan Politeknik dan SMK, setelah itu lulusannya dapat langsung bekerja tanpa harus mengikuti pelatihan kembali, karena sertifikasi itu tanda bahwa ia mampu bekerja. “Selain itu dengan telah disusunnya skema sertifikasi yang disesuaikan dengan permintaan industri, secara tidak langsung kita telah membangun perencanaan SDM konstruksi untuk mendukung terciptanya pembangunan infrastruktur nasional yang lebih baik lagi," lanjut Yusid Toyib.
Yusid menyampaikan, ada dua isu strategis pada era pembangunan lima tahun ke depan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang telah berlaku pada 1 Januari 2016 lalu. Dengan dibukanya MEA, maka terbuka akses pasar tenaga kerja antar negara ASEAN, sehingga setiap tenaga kerja di satu negara ASEAN dapat bekerja di negara ASEAN lainnya, dengan syarat kompeten di bidangnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, ada sekitar 7,3 juta tenaga kerja Indonesia yang bergerak di sektor konstruksi dan hanya 6,55 persen diantaranya yang memiliki sertifikat kompetensi.
Dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi untuk lima tahun ke depan (2015-2019), direncanakan ada penambahan sekitar 10 persen tenaga kerja konstruksi (dari 7,3 juta) bersertifikat, dengan rincian, 50.000 insinyur konstruksi bersertifikat, 200.000 teknisi bersertifikat dan 500.000 tenaga terampil bersertifikat.
Menurut Yusid, target-target tersebut tidak mungkin terlaksana tanpa bekerja sama dengan seluruh pihak terkait. Terutama politeknik dan badan usaha yang menjadi salah satu mitra strategis yang penting untuk diajak kerja sama.
Ia menambahkan, politeknik menghasilkan lulusan yang siap kerja karena kurikulum pendidikannya langsung mengacu pada program vocational sesuai dengan kebutuhan industri konstruksi. Sehingga badan usaha dapat langsung menampung lulusan yang dihasilkan oleh politeknik. (Ind)
Download disini