Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (DJBK) telah melakukan pemetaan kompetensi Kelompok Kerja (Pokja) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) barang dan jasa dengan indikator SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) 2016. Dari hasil pemetaan 170 pokja di Kementerian PUPR, 50 persen diantaranya mendapatkan nilai 51-75, sementara 45 persen lainnya mendapat nilai 76-90, kemudian yang di atas 91 mencapai lima persen dan yang nilainya di bawah 50 hanya dua persen.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yusid Toyib saat memberikan arahan kepada Pokja dan ULP di Jakarta, Kamis (8/9).
Ia menyampaikan bahwa untuk peserta yang mendapat nilai di atas 91 direkomendasikan untuk dapat menjadi trainer. Sementara untuk yang mendapatkan nilai 76-90 direkomendasikan untuk dapat mengikuti kelas e-learning.
Kemudian untuk peserta dengan nilainya 51-75 dapat mengikuti pelatihan tatap muka dan e-learning. Lalu untuk peserta yang mendapatkan nilai di bawah 50, diusulkan untuk mengikuti pelatihan tatap muka.
Pada kesempatan tersebut, Yusid juga mengingatkan kepada Pokja dan ULP agar saat memproses pengadaan barang dan jasa tetap mengacu pada aturan yang berlaku. Menurutnya, ada pedoman dan acuan proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang harus dilaksanakan dan menjadi Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR nomor PL 0206-Sj/606 18 Agustus 2016, diantaranya yaitu Perpres No 54/2010 terakhir diubah dengan Perpres Nomor 4/2015, Peraturan Menteri PUPR Nomor 31/PRT/M/2015 dan Surat Edaran Menteri PUPR nomor 57/SE/M/2015.
Lalu pengumuman dan penyusunan dokumen harus jelas tentang ketersediaan dana, tanda tangan kontrak setelah DIPA disahkan dan izin multi year contract (MYC) terbit (untuk paket tahun jamak).
“Kepala ULP dituntut untuk memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan ULP serta menyusun dan melaksanakan Strategi Pengadaan ULP seperti yang tercantum dalam Kepmen PUPR Nomor 602/KPTS/M/2016. Serta dibutuhkan Kepala ULP yang tegas karena ia yang dapat mengusulkan pemberhentian apabila terbukti melakukan pelanggaran oleh anggota Pokja yang ditugaskan di ULP kepada PA/KPA/Kepala Daerah,” tutur Yusid.
Sebelumnya, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa untuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah tanggung jawab Pokja Pengadaan Barang dan Jasa. Sementara pengaturan pengadaan didelegasikan sepenuhnya kepada DJBK. (Dn)
Download disini