Setelah membangun 10 jembatan gantung di Provinsi Banten pada 2015 lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun kembali sebanyak 9 jembatan gantung di 2016 di beberapa provinsi. Untuk membangun jembatan gantung di bebeberapa provinsi tersebut, Kementerian PUPR mengalokasi anggaran senilai Rp 50 miliar di 2016.
Direktur Jenderal Bina Marga Hediyanto W Husaini didampingi Direktur Jembatan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian di Jakarta, Senin (7/3) mengatakan, tahun lalu Kementerian PUPR telah membangun 10 jembatan gantung di Banten dan telah diresmikan pada 17 Februari. Sementara untuk 2016 ini ada sembilan jembatan gantung yang akan dibangun di beberapa provinsi dan alokasi anggaran untuk membangun jembatan gantung tersebut senilai Rp 50 miliar.
“Sementara ini, yang telah disetujui oleh bapak menteri (Basuki) untuk dibangun ada sembilan jembatan gantung,” katanya.
Sembilan jembatan gantung tersebut akan dibangun di Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Agam sebanyak 1 jembatan, Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bogor 1 jembatan. Lalu di Jawa Tengah ada tiga di lokasi yaitu di Kabupaten Karanganyar akan dibangun 1 jembatan, di Magelang 2 jembatan, dan Temanggung 2 jembatan. Di Provinsi Jawa Timur pembangunan jembatan gantung di dua lokasi yakni Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek masing-masing satu jembatan. Ia menegaskan bahwa jembatan gantung dibuat untuk pejalan kaki, pemilik sepeda dan sepeda motor.
Terkait latar belakang kenapa Kementerian PUPR berinisiatif membangun jembatan gantung, Hediyanto menyampaikan bahwa selama ini banyak jembatan gantung di desa yang dibangun secara swadaya dengan peralatan seadanya, sehingga dari segi keamanan dan desain kurang layak.
“Tidak ada aspek keamanan dan itu ada ratusan jembatan di setiap provinsi, di Banten saja ada 370 jembatan gantung, ini yang harus dijawab oleh negara,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa pada saat itu Menteri Basuki merasa pada Tahun Anggaran 2015 harus sudah dimulai, bagaimana membangun jembatan gantung untuk rakyat. Akhirnya Kementerian PUPR berkesimpulan, untuk membeli 60 rangka jembatan dengan variasi 80-150 meter. “Kita beli dulu, siapa tahu ada bupati yang mau membangun dan kita sudah siapkan rangka,” ucapnya.
Peran Pemda
Hediyanto pun sangat berharap agar pemerintah daerah (pemda) turut serta membangun jembatan gantung di desa-desa. “Jangan karena merasa jalan desa itu bukan kewajiban mutlak pemerintah melainkan kewajiban masyarakat, sehingga tidak ada yang membangun,” tuturnya.
Pemilihan lokasi pembangunan jembatan gantung dilihat dari beberapa kriteria seperti, jembatan gantung yang digunakan pejalan kaki kondisinya kritis atau bahkan runtuh. Lalu jembatan tersebut digunakan oleh pelajar sekolah dan ekonomi warga antar desa dan menghubungkan minimal dua desa.
Kemudian akses memutar bila tidak ada jembatan gantung cukup jauh minimal 5 kilometer, dan kondisi jalan akses memungkinkan untuk dapat memobilisasi rangka jembatan gantung.
Kelompok masyarakat juga dapat mengusulkan pembangunan jembatan gantung secara bertingkat ke kepala desa kemudian diusulkan ke Bupati setempat. Lalu Bupati dapat mengusulkan kepada Menteri PUPR berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan surat dari Bapak Menteri PUPR tersebut (Surat No. JB. 02.02-Mn/1287, 21 Desember 2015, perihal Jembatan Gantung untuk Pejalan Kaki).
Berdasarkan disposisi Menteri PUPR, Direktorat Jenderal Bina Marga akan melakukan verifikasi (apabila diperlukan survey lapangan) dan berkoordinasi dengan Dinas setempat. Direktorat Jenderal Bina Marga kemudian menyampaikan rekomendasi teknis pada Bapak Menteri PUPR. Setelah disetujui Menteri PUPR, akan dilakukan desain dan pembangunan oleh Kementerian PUPR.
Menurut Hediyanto, sebaiknya pemerintah daerah tidak hanya turut serta dalam pembiayaan untuk pembangunan namun juga melakukan pemeliharaan atau perbaikan jembatan gantung. Untuk pemerintah daerah yang mampu membiayai secara penuh, Kementerian PUPR akan memberikan bantuan advis teknis.
Download disini