Jakarta—Pemerintah mendorong pendanaan swasta untuk lebih banyak masuk dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang tak bisa seluruhnya dipenuhi melalui APBN. Kementerian PUPR turut menawarkan berbagai inovasi alternatif pembiayaan atau creative financing untuk membangun infrastruktur seperti jalan tol dan penyediaan air minum.
"Kebutuan pembiayaan infrastruktur 2015-2019 sekitar Rp 4.800 triliun. Kemampuan pemerintah melalui APBN dan APBD sekitar 41 persennya, BUMN sekitar 23 persen dan sisanya kita harapkan dari swasta sekitar 36 persen. Namun sampai saat ini, peran sektor swasta belum sampai 36 persen,” kata Danis H.Sumadilaga dalam jumpa pers usai penandatanganan MoU antara Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) dengan Construction Association of Korea (CAK) di acara Indonesia Infrastructure Week (IIW) 2017, Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Menurut Danis, meski peran swasta belum sampai 36 persen, namun pihaknya meyakini bahwa porsi swasta dalam pembangunan infrastruktur akan meningkat. Apalagi saat ini kalangan perbankan memiliki kepercayaan pada investasi di sektor infrastruktur.
“Beberapa kontrak dengan swasta juga sudah dilakukan seperti penandatanganan kontrak proyek infrastruktur antara PT Nusantara Infrastructure Tbk dengan Metro Pacific Investments Corporation. Kemudian PT. Waskita Karya untuk membangun Jalan Tol Jakarta Cikampek II juga sudah mendapat pinjaman perbankan," katanya.
*Kerjasama Kompetensi Pekerja Konstruksi*
Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) dengan Asosiasi Perusahaan Konstruksi Korea (Construction Association of Korea/CAK) dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas pekerja konstruksi Indonesia. Kerja sama kedua belah pihak mencakup pengembangan data dan sistem informasi, riset dan inovasi teknologi konstruksi, pengembangan pasar dan fasilitasi kontrak bisnis, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dan kerangka kerja institusi untuk pengembangan industri konstruksi yang stabil.
Ketua LPJKN Ruslan Rivai menjelaskan kerja sama ini untuk mendukung ketersediaan tenaga kerja terampil yang terbatas di Indonesia. Sementara kebutuhan tenaga kerja terampil terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur yang gencar di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
"Pemerintah banyak membangun infrastruktur tapi ketersediaan tenaga kerja yang memiliki skill dan ketersediaan kontraktor kita masih di bawah harapan. Kalau tidak tersedia, nanti tenaga kerja luar yang akan masuk," kata Ruslan.
Ia menjelaskan dengan meningkatnya kompetensi tenaga kerja dan kontraktor sesuai kebutuhan pembangunan infrastruktur, kualitas industri jasa konstruksi Indonesia juga akan meningkat. Sebagaimana diketahui, tahun 2018 telah ditetapkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan tema "Memacu Investasi dan Memantapkan Pembangunan Infrastruktur untuk Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas".
Pembangunan infrastruktur juga harus didukung dengan kesiapan rantai pasok sumber daya konstruksi meliputi pemasok bahan bangunan/material, pemasok peralatan konstruksi, pemasok teknologi Konstruksi, pemasok badan usaha jasa konstruksi, dan usaha pemasok tenaga kerja konstruksi.
Jumlah tengaa kerja konstruksi di Indonesia sekitar 7,7 juta orang namun baru 10 persen yang memiliki sertifikat kompetensi. Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Konstruksi menargetkan tahun 2015-2019, tenaga kerja konstruksi bersertifikat bertambah 750.000 orang.
Kewajiban memiliki sertifikat bagi tenaga kerja konstruksi diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, pasal 70 yang mewajibkan setiap tenaga kerja konstruksi memiliki sertifikat kompetensi kerja. Para pengguna jasa dan/atau penyedia jasa juga wajib mempekerjakan tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi kerja.(jay/ali)