Palembang – Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (OP) yang memadai dan terencana dengan baik, dapat menjaga prasarana sumber daya air (SDA) dari kerusakan dini. Untuk itu kegiatan OP menjadi sangat penting, mengingat bahwa manfaat dari prasarana SDA bersentuhan langsung dengan masyarakat selaku penerima manfaat.
“Dampak negatif yang akan timbul jika kegiatan OP tidak memadai adalah kerusakan prasarana SDA sebelum tercapainya umur rencana, terganggunya keberadaan dan fungsi sumber air, beban biaya rehabilitasi semakin berat dari waktu ke waktu dan menurunnya kinerja pelayanan kepada masyarakat," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Imam Santoso, dalam acara Konsultasi Regional (Konreg) Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air Wilayah I, Sebagian Wilayah II dan Wilayah III Tahun 2016 di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (27/9).
Menurutnya, perlu adanya sinergitas antara pemerintah pusat, daerah dan kabupaten/kota dalam menjaga kondisi dan fungsi prasarana SDA, sesuai dengan kewenangannya masing-masing, kemudian menyiapkan sumber daya manusia (SDM) bidang OP dan pemberdayaan kelembagaan pengelolaan SDA.
Imam berharap agar dapat dibuat Kerjasama Operasi (KSO) pelaksanaan OP, seperti OP embung/situ, OP pompa/pintu pengendalian banjir antara Direktorat Jenderal SDA melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) dengan pemerintah provinsi dan kabupaten.
"Berdasarkan hasil inventarisasi kondisi jaringan irigasi pada 2015 diketahui bahwa dari 7,3 juta hektar sawah di seluruh Indonesia sekitar 58 persen dalam kondisi baik dan rusak ringan, sedangkan 32 persen dalam kondisi rusak sedang dan rusak berat. jaringan irigasi yang rusak sedang dan berat ada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota," tambah Imam.
Ia menjelaskan bahwa saat ini pemerintah melalui Direktorat Jenderal SDA dalam RPJMN 2015-2019 mengemban tugas besar yaitu membangun 1 juta hektar irigasi baru, merehabilitasi 3 juta hektar irigasi dan membangun 65 bendungan yang terdiri dari 16 bendungan lanjutan yang belum selesai pada 2014 dan 49 bendungan baru.
Dari bendungan/waduk yang ada saat ini, baru sekitar 800.000 hektar (11 persen dari 7,3 juta hektar) daerah irigasi yang terairi sepanjang tahun. Dengan selesainya pembangunan 65 bendungan hingga 2022, maka total luas irigasi yang terairi menjadi 930.000 hektar. Kemudian ketersediaan tampungan air di Indonesia akan meningkat menjadi 19,1 miliar meter kubik dari sebelumnya yang hanya 12,6 miliar meter kubik.
Selain mendukung ketahanan pangan dan air, beberapa waduk yang dibangun juga mendukung program ketahanan energi, seperti untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Beberapa waduk yang berpotensi untuk mendukung ketahanan energi antara lain yaitu Waduk Karian (Kabupaten Lebak), Waduk Jatigede (Kabupaten Sumedang), Waduk Jatibarang (Kota Semarang), Waduk Bajulmati (Kabupaten Banyuwangi). Kemudian Waduk Bendo (Kabupaten Ponorogo), Waduk Lolak (Kabupaten Bolaang Mongondow), Waduk Kuwil (Kabupaten Minahasa Utara), Waduk Karalloe (Kabupaten Gowa, Sulsel), Waduk Tugu (Kab. Trenggalek, Jatim), Waduk Titab (Kab. Buleleng, Bali), dan Waduk Marangkayu (Kab. Kukar, Kaltim).
Dalam acara Konreg tersebut turut hadir Direktur Bina OP Direktorat Jenderal SDA, Wakil Gubernur Sumsel, Kepala Dinas Pengairan Sumatera Selatan, dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat. Serta diikuti oleh sembilan Provinsi Wilayah I yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu dan Bangka Belitung, lalu tujuh Provinsi Wilayah III yaitu Gorontalo, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar dan Bali dan empat provinsi tamu peningkatan Wilayah II dan III yaitu Jawa Barat, Kalsel, Maluku dan Papua Barat.
Konreg yang diadakan pada 27-29 September 2016 tersebut mengusung tema “Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air untuk Mendukung Ketahanan Air, Ketahanan Pangan dan Ketahanan Energi”. (tin/kompu SDA)
Download disini