Jakarta - Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen. Hal tersebut disepakati oleh pemerintah dan Komisi V DPR RI dalam rapat kerja membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Jasa Konstruksi di Gedung DPR RI, Rabu (1/6).
Meski begitu terdapat beberapa hal yang menjadi masukan masyarakat kepada pemerintah terkait dengan peran lembaga/badan serta fungsi unsur asosiasi profesi maupun badan usaha. “Kami terbuka menerima masukan untuk kesempurnaan Undang-undang Jasa Konstruksi Indonesia ke depan, khususnya terkait kelembagaan,” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Yusid Toyib kepada para anggota Komisi V DPR RI dalam rapat tersebut.
Selain itu, pemerintah pun menyoroti tentang persoalan kriminalisasi kepada perorangan atau badan usaha, apabila terdapat gugatan pihak berwenang tidak langsung masuk tetapi pekerjaan akan diperiksa oleh penilai ahli/APIP. Kemudian proses pekerjaan pembangunan tidak diperkenankan dihentikan sebelum terbukti ada kesalahan.
“Kecuali terdapat kasus tangkap tangan yang membuat kerugian, dan kematian atau menghilangkan nyawa seseorang, kami serahkan semuanya pada proses hukum,” ujar Yusid.
Pada pekerjaan konstruksi yang menimbulkan sengketa, kedua belah pihak yang terlibat harus membentuk Dewan Sengketa (Dispute Board), untuk melakukan mediasi, konsiliasi dan arbitrase, dewan ini juga berfungsi sebagai pihak yang dapat memberikan solusi atas setiap permasalahan.
Sementara Anggota Komisi V DPR RI, Rendi Lamdjido berpendapat, nanti fungsi dan peran lembaga/badan penyelenggaraan peran masyarakat tersebut pun harus dapat menengahi dispute tersebut, tidak perlu badan dari luar, walaupun pada kenyataannya lembaga yang ada sekarang belum maksimal melaksanakan fungsi tersebut.
Peran masyarakat seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18/1999 bahwa penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, pengguna jasa, dan perguruan tinggi.
Dalam diskusi tersebut, pemerintah dan Komisi V DPR RI juga membahas tentang tenaga kerja konstruksi di Indonesia yang wajib memiliki sertifikat kompetensi. Selain itu tenaga kerja asing yang akan masuk ke Indonesia harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing dan izin, serta wajib melakukan alih pengetahuan dan teknologi kepada tenaga kerja pendamping. (DJBK)
Download disini