Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Mochammad Natsir menegaskan bahwa dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Kementerian PUPR tetap mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85 Tahun 2013 yang mencabut Undang-undang 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan memberlakukan kembali UU 11/1974 tentang Pengairan.
Menurutnya, ada enam landasan pokok yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk penyelenggaraan SPAM ke depan. Pertama, kehadiran negara untuk menjamin hak atas air untuk rakyat adalah mutlak. Kedua, pengusahaan air dalam hal ini penyelenggaraan SPAM lebih diutamakan untuk BUMN atau BUMD.
Kemudian kerjasama dengan swasta itu dimungkinkan dengan syarat tertentu yang ketat termasuk pengawasan dan pengendaliannya. Pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan terlebih lagi meniadakan hak rakyat atas air. Pengawasan dan pengendalian negara atas air bersifat mutlak dan terakhir adalah memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
“Jadi ini (enam landasan pokok MK) merupakan acuannya dalam penyelenggaraan SPAM’, kata Natsir di Jakarta, Rabu (23/3).
Ia menyampaikan, dalam Undang-undang Nomor 11/1974 itu belum mengatur tentang air minum dan air baku sehingga pada akhir 2015 lalu sudah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 121/2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (SDA). “itu (PP Nomor 121/2015) yang mengatur hulunya, kemudian untuk hilirnya adalah PP Nomor 122/2015 yang mengatur sistem air minum atau SPAM,” tambahnya.
Natsir mengatakan bahwa dalam RPJP maupun RPJM diamanahkan untuk mewujudkan universal akses air minum, tidak adanya kawasan kumuh, dan tersedianya layanan sanitasi atau yang dikenal dengan 100 0 100. “Itu bukan sebuah target yang ambisius, akan tetapi merupakan sebuah amanah dari UU Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJP maupun Peraturan Presiden Nomor 2/2015 tentang RPJM,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa pada awal 2016 ini ada dua kebijakan dari pemerintah yang sedang dilaksanakan. Pertama yaitu penyelesaian (penghapusan) piutang negara kepada PDAM sebesar Rp 4,2 triliun melalui mekanisme hibah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilanjutkan dengan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah kepada PDAM yang memiliki hutang.
“Ini diharapkan akan menyehatkan sekaligus mendorong pengembangan PDAM”, ujarnya.
Kebijakan yang kedua adalah Program 10 juta Sambungan Rumah (SR) baru untuk meningkatkan akses pelayanan air minum dan mencapai target 100 persen air minum yang layak. “Apabila ini kita realisasikan, paling tidak sudah memberikan pelayanan kepada 50 juta jiwa masyarakat,” ucapnya. (Iwn/Toar)
Download disini