DJBK - Harus diakui, paradigma yang berkembang di masyarakat selama ini bahwa pembiayaan pembangunan infrastruktur terbatas hanya dari APBN/D. Cara pandang tersebut terbentuk dari anggapan, bahwa aset infrastruktur harus dimiliki oleh negara sehingga pembangunan aset infrastruktur oleh swasta dianggap sebagai “privatisasi”.
“Kita harus rubah paradigma ini dan harus saya tegaskan bahwa kehadiran negara yang sesungguhnya adalah ketika infrastruktur yang terbangun, terlepas dari siapa yang memiliki dan mengelola aset infrastruktur tersebut, harus dapat memberikan layanan dasar pada masyarakat”, demikian ungkap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pada Forum Nasional Investasi Infrastruktur 2016 dengan tema ‘Perubahan Paradigma Investasi Infrastruktur’, Rabu (7/9) di Jakarta.
Mendesaknya kebutuhan akan pembiayaan kreatif bidang Infrastruktur mengingat adanya gap kekurangan pembiayaan pembangunan Infrastruktur hingga sebesar Rp 626 Triliun. Hal ini terlihat dari Data Bappenas dalam RPJMN tahun 2015 – 2019 yang menyebutkan kebutuhan pendanaan infrastruktur prioritas mencapai IDR 4.796T dengan kebutuhan pendanaan Infrastruktur bidang ke-PUPR-an sebesar IDR 1.915 T, sementara total anggaran pendanaan APBN yang tersedia di Kementerian PUPR sebesar 1.289 T. Bahkan di saat yang sama pula, Pemerintah sedang melakukan penghematan anggaran di berbagai Kementerian.
“Meski demikian, bukan berarti negara tidak punya dana tapi lebih pada mengefektifkan dana yang ada untuk kepentingan masyarakat yang lebih penting”, tegas Basuki Hadimuljono. Untuk itulah butuh keberanian dan inovasi swasta untuk mendukung hal tersebut dan turut memberi solusi pembiayaan kreatif bidang Infrastruktur. “Saya ingatkan kembali bahwa Presiden Jokowi pada rapat bersama DPR-DPD pada 14 Agustus 2015 menekankan perlunya keterlibatan swasta dalam pembiayaan proyek infrastruktur”, tutur Basuki Hadimuljono.
Salah satu upaya untuk mendorong meningkatnya investasi infrastruktur swasta tersebut adalah dengan telah diterbitkannya Perpres nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Sejalan dengan hal tersebut Pemerintah juga telah mengeluarkan paket ekonomi ke-1 hingga ke-13 yang salah satu poin utamanya adalah upaya memangkas tahapan perizinan termasuk dalam bidang investasi. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung pembiayaan proyek infrastruktur melalui Dana Dukungan Tunai (Viability Gap Fund) Infrastruktur dan skema pembayaran atas ketersediaan layanan (Availability Payment) untuk memenuhi target outcome Kementerian PUPR yaitu infrastruktur dasar, konektivitas, dan ketahanan air.
“Kita sadari bahwa salah satu kendala mendorong peran swasta dalam proyek penyediaan infrastruktur adalah kesiapan kita dalam menyiapkan proyek yang menarik bagi sektor swasta. Kendala ini terjadi karena proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek KPBU belum dilakukan dengan kebijakan yang jelas, serta koordinasi antar instansi yang masih belum optimal”, ujar Menteri PUPR.
Untuk itu, dalam waktu dekat akan dikeluarkan Instruksi Menteri PUPR terkait pembentukan Simpul KPBU di lingkungan Kementerian PUPR. Hal ini penting, karena selain merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Simpul KPBU juga sangat dibutuhkan agar lebih banyak lagi proyek KPBU di lingkungan Kementerian PUPR yang menarik bagi sektor swasta.
Selaras dengan amanat Perpres 38/2015 pasal 44 yang menyebutkan bahwa setiap Kementerian perlu untuk menunjuk unit kerja di lingkungan Kementerian sebagai Simpul KPBU, maka Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (DJBK) Kementerian PUPR sedang menginisiasi/menyusun simpul KPBU PUPR yang nantinya akan berperan sebagai PPP center.
PPP Center akan menjadi simpul dalam konteks interaksi kelembagaan KPBU pada level tataran mikro juga sekaligus akan menjadi PPPCenter di Kementerian PUPR pada level tataran Makro dan Messo.
Kehadiran PPP Center pada Kementerian PUPR diharapkan dapat mengurangi transaction cost of economic dari proyek KPBU, mengurangi Asimetris Informasi terkait Skema KPBU, dan diharapkan dapat membangun Trust pada investor dalam melakukan Skema KPBU pada proyek Infrastruktur PUPR.
Pada forum tersebut Anggota DPR RI Komisi V DPR RI, Muhidin M.Said memberikan Komitmen dan dukungan politik sehingga investor akan lebih tertarik berinvestasi pada penyediaan infrastruktur. Selain itu Gubernur NTT Frans Lebu Raya, juga mengatakan hal yang sama, dukungan politik diperlukan Pemerintah Daerah agar supaya semakin banyak investor mau membiayai proyek strategis di daerah (PSD) karena masih ada bottlenecks yang dialami Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan KPBU dalam penyediaan Investasi infrastruktur.
Kemudian Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata, berbicara tentang Terobosan kebijakan nasional yang sedang dan akan diambil oleh Pemerintah untuk menciptakan iklim investasi infrastruktur yang semakin kondusif bagi para investor, serta strategi pemerintah untuk mengurangi biaya transaksi ekonomi dan mitigasi resiko investasi infrastruktur sedemikian rupa sehingga meningkatkan ketertarikan investor berinvestasi di sektor infrastruktur.
Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Freddy R. Saragih,memberikan gambaran Kebijakan Pemerintah untuk memberikan project development facility untuk KPBU, serta Program strategis dan Fasilitasi Pemerintah untuk Mitigasi resiko investasi melalui government sovereignty.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, menjelaskan bahwa Kemendagri memiliki komitmen dalam membinapemerintah daerah sehingga mampu menciptakan peluang investasi infrastruktur di daerah. Selain itu juga mengupayakan untuk membina pemerintah daerah untuk menyelenggarakan KPBU penyediaan infrastruktur mulai dari merumuskan kebijakan, perencanaan, penyiapan dan hingga transaksi (financial closed), serta pembangunan dan pengelolaan aset.
Dari kalangan Investor Medco Group Erwin Susanto Sadirsan dan Direktur PT Trans Bumi Serbaraja, Christoper Siswanto memberikan gambaran bahwa masih diperlukan kebijakan pemerintah yang pro-investor sehingga investor lebih yakin masuk berinvestasi di sektor infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Akademisi dari Universitas Indonesia, Martani Huseini, memberikan pandangan bahwa Konsep KPBU merupakan bentuk reformasi sektor publik dalam investasi infrastruktur, selain itu masih diperlukan strategi konkrit dalam mengimplementasikan ‘changing paradigm’ dari budaya belanja modal dengan APBN menjadi investasi Non APBN untuk penyediaan infrastruktur di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) terutama di Kementerian PUPR.(tw)