Jakarta—Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berusaha meningkatkan kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah melalui sejumlah program yang sudah berjalan seperti KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Selain mendorong sisi permintaan, di sisi penawaran, Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Rumah Sederhana Tapak dan Satuan Unit Rusun Milik, Penurunan Pajak Penghasilan Final (PPH) dari 5 % menjadi 1% bagi pengembang yang membangun rumah bersubsidi, dan program bantuan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) sehingga kualitas rumah subsidi semakin nyaman dihuni.
“Program bantuan pembiayaan perumahan tersebut untuk mendukung tercapainya target program satu juta rumah sebagai upaya mengurangi backlog ketersediaan rumah di Indonesia sebesar 11,4 juta unit pada tahun 2015,” kata Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Budi Hartono dalam Diskusi Perumahan di Bogor, Sabtu (4/7/2018).
Penyaluran KPR FLPP dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) PPDPP yang bertanggungjawab langsung kepada Menteri PUPR melalui kordinasi dengan Ditjen Pembiayaan Perumahan. Untuk bisa memiliki rumah dengan KPR FLPP, sejumlah syarat harus dipenuhi antara lain besar penghasilan maksimal Rp 4 juta untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun, belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah.
Untuk syarat penerima SSB dan SBUM juga sama dengan KPR FLPP. Namun untuk penyaluran subsidi dilakukan oleh Satuan Kerja di Ditjen Pembiayaan Perumahan. Direktur Pola Pembiayaan Ditjen Pembiayaan Perumahan Didi Sunardi mengatakan untuk pencairan SSB, dilakukan terlebih dahulu verifikasi terhadap kualitas rumah subsidi yang dibangun pengembang.
“Untuk meningkatkan akuntabilitas pemberian subsidi, kami menurunkan tim verifikasi ke lapangan. SSB atau SBUM belum bisa dicairkan biasanya karena prasarana sarana dan utilitas (PSU) belum siap seperti akses jalan dan drainase belum tersedia,” kata Didi.
Tahun 2018, Kementerian PUPR menargetkan sebanyak 630.437 unit rumah yang akan mendapat bantuan pembiayaan perumahan. Terdiri dari FLPP sebanyak 60.625 unit, SBUM sebanyak 344.500 unit, SSB sebanyak 225.000 unit dan BP2BT sebanyak 312 unit.
Sekretaris Ditjen Pembiayaan Perumahan Irma Yanti mengatakan BP2BT baru diperkenalkan tahun ini yang akan mempermudah para pekerja informal untuk memiliki rumah pertamanya. “Tahun ini ditargetkan sebanyak 312 unit dengan anggaran Rp 10 miliar. Tahun 2019, kita usulkan anggaran BP2BT lebih besar yakni Rp 448 miliar untuk 14 ribu unit,” jelas Irma Yanti.
Hingga semester I tahun 2018, capaian rumah subsidi yang telah didanai melalui KPR FLPP sebanyak 12.455 unit rumah atau senilai Rp1,43 Triliun. Sementara untuk realisasi SSB sebanyak 45.198 unit atau 20% dari target 225.000 rumah dengan anggaran Rp 2,5 triliun. SBUM sebanyak 51.365 unit atau 14,9% dari target tahun 2018 sebanyak 344.500 unit dengan anggaran Rp 1,3 triliun.
Sementara untuk realisasi penyaluran dana FLPP tahun 2010 hingga 31 Juli 2018, telah mencapai Rp32,36 triliun untuk 532.283 unit rumah. Kelompok penerima manfaat KPR FLPP dari tahun 2010 terbagi atas 73,72% pegawai swasta; 12,85% Pegawai Negeri Sipil; 7,72% Wiraswasta; 3,98% TNI/Polri; dan lainnya 1,73%.
Perubahan Proporsi Pendanaan Menambah Jumlah Rumah Subsidi
Upaya meningkatkan jumlah rumah MBR yang bisa mendapatkan subsidi terus dilakukan salah satunya dengan kebijakan perubahan proporsi kredit / pembiayaan pemilikan rumah melalui FLPP dari 90 : 10 menjadi 75 : 25. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor 463 Tahun 2018 tersebut akan mulai berlaku tanggal 20 Agustus 2018. Dengan proporsi baru tersebut, dari total dana KPR, porsi pendanaan pemerintah menjadi 75%, sementara 25% menggunakan dana bank.
“Tahun 2018, PPDPP mengelola dana sebesar Rp 6,57 Triliun yang terdiri dari DIPA sebanyak Rp2,18 Triliun, saldo tahun 2017 sebesar Rp2,049 Triliun, serta target pengembalian pokok dan penarikan sebesar Rp2,33 Triliun. Target pembiayaan rumah subsidi melalui FLPP tahun ini sebesar 60.625 unit rumah. Dengan terjadinya penurunan porsi pendanaan, maka target PPDPP tahun 2018 dapat ditingkatkan menjadi 70.000 unit rumah,” kata Budi Hartono.
Subsidi dibutuhkan agar MBR bisa menikmati bunga KPR murah tetap sebesar 5% selama jangka waktu KPR FLPP antara 15-20 tahun. Bila tanpa subsidi, besar bunga yang harus dibayarkan mengikuti besaran suku bunga pasar. Pemerintah telah menyediakan alternatif pembiayaan untuk perbankan melalui PT SMF (PT. Sarana Multigriya Finansial) yang menyediakan Cost Of Fund yang murah bagi Bank Pelaksana. (*)