Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memanfaatkan revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan pesat teknologi internet untuk menyusun sistem informasi jasa konstruksi yang terintegrasi yang akan menjadi big data rantai pasok industri jasa konstruksi.
“Kita memasuki era kompetisi. Dalam era kompetisi yang sangat terbuka ini, bukan proteksi yang dikedepankan, tapi kompetensi khususnya dibidang konstruksi. Untuk memenangkan kompetisi global, kita harus lebih cepat, lebih murah dan lebih baik,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Sistem informasi jasa konstruksi yang terintegrasi sudah diamanatkan dalam UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. “Sekarang banyak sistem informasi yang masih tersegmentasi dan sedang kami integrasikan. Big data ini nantinya akan menyediakan data yang dibutuhkan seluruh tahapan penyelenggaraan konstruksi, mulai dari perencanaan, pelelangan, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Dewi Chomistriana dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, 21/2/2019.
Salah satunya adalah data terkait tenaga kerja konstruksi yang akan dikembangkan melalui mekanisme sertifikasi digital. Kementerian PUPR telah merintis hal tersebut dengan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri agar seluruh data tenaga kerja konstruksi terakses dalam data kependudukan.
Manfaatnya pada saat pelelangan, penyedia jasa tidak perlu lagi menyertakan data-data tenaga ahlinya, cukup menggunakan Nomer Induk Kepegawaian (NIK), maka data-data yang dibutuhkan bisa diakses oleh Pokja Pengadaan Barang dan Jasa. Tenaga ahli yang boleh mengikuti lelang hanyalah yang teregistrasi dan telah melalui proses validasi. Dengan demikian akan meminimalisir tenaga ahli yang menggunakan NIK dan sertifikat keahlian palsu.
Selain data tenaga kerja, Kementerian PUPR juga tengah mengumpulkan data alat berat dan material konstruksi dalam Sistem Informasi Material dan Peralatan Konstruksi (SIMPK). “Karena jumlahnya yang banyak, kami lakukan secara bertahap. Kedepan alat berat yang boleh digunakan untuk pekerjaan konstruksi hanya alat berat yang sudah teregistrasi dan sudah diuji layak fungsinya,” jelasnya.
Menurut Dewi Chomistriana tantangannya adalah mengintegrasikan data tenaga kerja, material dan alat berat tersebut, termasuk dengan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Keberhasilan pengintegrasian data tentunya membutuhkan keterlibatan para penyedia jasa, vendor, tenaga kerja konstruksi dalam pengisian dan pembaharuan data. (Iwn)