Palembang - Indonesia membutuhkan komitmen para tenaga ahli khususnya sarjana teknik untuk dapat bersama membangun infrastruktur berkualitas dan masif di seluruh pelosok Indonesia. DIKTI menyebutkan hingga 2019 Indonesia kekurangan sekitar 120.000 orang tenaga insinyur.
“Idealnya ketika mahasiswa atau mahasiswi yang berkualitas lulus dapat langsung bekerja tanpa harus melamar namun kenyataannya banyak yang setelah lulus tapi mereka tidak bekerja sesuai bidangnya, ini pasti ada yang salah,” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib di depan para mahasiswa/i Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya di Palembang, Sabtu (13/8).
Dari Data Persatuan Insinyur Indonesia (PII) pada 2014, jumlah insinyur Indonesia hanya sebanyak 3.038 dari tiap satu juta penduduk dan jumlah tersebut adalah yang terendah di ASEAN. “Kita jauh di bawah Singapura yang jumlahnya mencapai 28.235 orang per satu juta penduduk, selanjutnya berturut-turut Vietnam, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Malaysia,” ujarnya.
Yusid mengatakan bahwa pemerintah tidak tinggal diam, Kementerian PUPR ingin permasalahan itu segera teratasi, dan menginisiasi program link and match dapat benar-benar terlaksana antara pemerintah (Ditjen Bina Konstruksi, Ditjen Belmawa, Ditjen Dikdasmen), instansi pendidikan, dan industri konstruksi. Selain itu, Kementerian PUPR sedang mengupayakan standar minimum penggajian yang sesuai dan pantas untuk para lulusan berkualitas.
Yusid menambahkan, fokus mahasiswa/i saat ini adalah belajar, tingkatkan kompetensi, buka jejaring komunikasi, berjiwa militan, tidak mudah mengeluh, dan jangan dahulu berfikir nanti setelah lulus susah mendapat pekerjaan. “Yakinlah pemerintah tidak tinggal diam, tak lupa untuk selalu ingat dan berdoa kepada Allah SWT,” kata Yusid. (dn)
Download disini