Hal tersebut diungkapkan oleh Sesditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Rina Agustin saat menjadi narasumber dalam seminar Seminar Inklusi Disabilitas dalam STBM, di Jakarta, Kamis (03/03/2016).
“Untuk mendorong pencapaian tersebut, pemerintah pusat telah melakukan beberapa terobosan. Salah satu diantaranya adalah yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan yaitu melalui penerapan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),” tutur Rina.
STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Suatu komunitas dikatakan telah berperilaku higienis dan saniter apabila seluruh warganya (termasuk para penyandang disabilitas) telah mempraktekkan perilaku seperti, stop buang air besar sembarangan (SBS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga (PAMM-RT), pengamanan sampah rumah tangga (PSRT) dan pengamanan limbah cair rumah tangga (PLCRT). Hanya saja, seringkali para penyandang disabilitas/OBK luput dari perhatian saat upaya perubahan perilaku ini dilakukan, termasuk pada saat pembangunan sarana pendukung perubahan perilaku tersebut.
“Kaum penyandang disabilitas seringkali menjadi kelompok yang terpinggirkan (marjinal) karena infrastruktur yang dibangun sering tidak prodifable. Salah satu contohnya adalah hasil riset formatif yang dilakukan oleh Plan Indonesia pada tahun 2013 di 5 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi daerah intervensi program STBM CS Fund II. Riset tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan dan anak perempuan dengan kebutuhan khusus di 80% rumah tangga belum dilibatkan dalam perencanaan pengembangan sanitasi,” kata Rina.
Rina menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas Pada Bangunan Gedung danLingkungan. Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya telah memenuhi Bagian Kesatu Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas, melalui Pasal 3 yang isinya, pertama dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan fasilitas dan aksesibilitas dan setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas yang diatur dalam Peraturan ini.
“Kantor pusat kami yang berada di jalan Pattimura telah menyediakan sarana seperti lift, jalur khusus dan toilet yang diperuntukan untuk kaum penyandang disabilitas, sedangkan untuk wanita kami sediakan ruang laktasi (ruangan untuk menyusui) serta ruang tempat penitipan anak . Kami sangat peduli terhadap sesama dan dibuktikan dengan penyediaan infrastuktur tersebut,” tutur Rina.(rzq/ari)
Download disini