Permasalahan banjir dan genangan air belakangan ini rnakin sering mengemuka di Kata Singaraja pada setiap musim hujan. Berkurangnya daerah resapan air dan sedimentasi saluran akibat drainase yang tidak baik adalah salah satu hal yang sering dituding sebagai penyebab terjadinya genangan. Kawasan yang dulunya merupakan daerah pertanian sejalan dengan kebutuhan terhadap perumahan sekarang banyak beralih fungsi rnenjadi kompleks permukiman baru. Kondisi seperti ini membawa konsekuensi lahan pertanian menjadi terpencar-pencar yang menyebabkan banyak saluran irigasi hilang atau ditutup plat beton.
Perkembangan permukiman pada daerah pertanian, sering kali menyebabkan kesulitan tersendiri dalam penanganan banjir dan genangan air. Masalah yang hams dimaklumi adalah saluran drainase saat ini sebetulnya berasal dan masih berfungsi sebagai sebagai saluran irigasi ataupun saluran pembuang irigasi. Ada beberapa hal yang kontradiktif kalau prinsip drainase mengingingkan menurunkan muka air agar tidak meluap ke permukiman tetapi irigasi menaikkan muka air agar dapat mengairi lahan. Tujuan drainase mengeringkan sedangkan irigasi membasahi (menggenangi sawah), dari segi dimensi saluran drainase dari hulu ke hilir semakin besar sedangkan saluran irigasi semakin ke hilir akan semakin mengecil.
Disamping dwifungsi, akibat kepadatan penduduk saluran drainase sering juga difungsikan tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan limbah rumah tangga. Dengan terbatasnya lahan maka pembuangan sampah akan menemui hambatan sehingga tidak jarang saluran drainase dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah. Ditambah lagi kesadaran dan kebiasaan masyarakat terutama yang tinggal dibantaran sungai sering menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah rumah tangga. Dampak dari "malfungsi" drainase adalah meningkatnya sedimentasi yang mengurangi luas penampang basah saluran dan bahkan menyumbat saluran drainase sehingga tidak berfungsi dengan baik. Banjir dan genangan air akan sangat merugikan seperti kerusakan infrastruktur, lumpuhnya jalur transportasi, merusak bangunan dan harta benda masyarakat serta dapat mengakibatkan permukiman tersebut menjadi kumuh dan rawan penyakit
Malfungsi drainase menyebabkan makin kompleksnya permasalahan dalam melakukan penanganan banjir dan genangan air. Penanganan teknis drainase sering terkendala dalam pelaksanaannya akibat kepadatan penduduk/ permukiman yang menyulitkan dalam membuat penampang dan dimensi saluran yang sesuai dengan standar dan kebutuhan. Perkembangan permukiman cenderung mendesak saluran drainase; mulai dari memperkecil dimensi atau mengurangi lebar saluran atau bahkan menutup saluran yang telah ada.
Amanat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRTIM/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 08/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi, diatur hal-hal sebagai berikut :
1) Tidak diperkenankan menutup atau mendirikan bangunan diatas saluran dan jalan inspeksi kecuali untuk kepentingan umum dan telah mendapatkan ijin pemerintah sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya;
2) Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mencegah sampah dan limbah masuk ke saluran termasuk penyediaan sumur resapan dimasing - masing rumah sesuai karakteristik wilayah;
3) Memperhatikan jarak (sempadan) bangunan/pagar dengan saluran drainase.
Perubahan fungsi ruang atau alih fungsi lahan mengharuskan adanya penanganan teknis drainase seperti pembuatan sodetan, memperbesar penampang/dimensi saluran dan normalisasi saluran. Namun mengingat penanganan drainase tidak bisa dikerjakan sepotong-sepotong dan membutuhkan biaya yang besar serta lintas kewenangan (Pusat-Provinsi• Kabupaten) maka program penanganan drainase dikerjakan secara bertahap dan kolaborasi. Program penanganan teknis drainase tentunya membutuhkan dukungan dan peran aktif masyarakat, disamping ikut mempertahankan fungsi saluran drainase juga menjaga sempadan saluran.